Senin, 25 Desember 2017

Explore Surabaya (1) : Menelusuri Gang Peneleh VII, Tempat kos Bung Karno semasa Remaja (Rumah H.O.S Cokroaminoto)

Hola, Assalamu’alaikum Sobat! :D

Sebenarnya list untuk mengunjungi rumahnya Guru Besar Bangsa di gang sempit ini sudah ada sejak semester pertama gue kuliah di Surabaya, tapi baru sekarang terlaksana. Awal mulanya gue tahu adalah dari buku autobiografi yang gue baca, yaitu buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. Jelas, awalnya gue bukan seorang penyuka buku autobiografi (gue suka sejarah sih waktu sma, terbukti dengan nilai sma mata pelajaran sejarah yang selalu di atas rata-rata hehi #sombong nich, tapi kalau ditanya sekarang mana inget wkwk dah lupa). Yang penting ada modal suka sejarah dulu lah ya..



       Namun sejak guru Bahasa Indonesia gw, Ibu Fuji Hidjriyati tercinta mereview buku Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams di kelas, beliau sampai menangis membaca buku ini sampai habis. At least, gue langsung terenyuh juga, eh seketika penasaran pengen baca juga dong, kok bisa-bisanya sampai bikin ibu Fuji nangis. Gue cari di toko buku yang ada di Banjarmasin ngga ada, dan entah kenapa waktu di Surabaya diajak jalan sama kaka sepupu gue ke toko buku dan akhirnya menemukaannya. Langsung tanpa pikir panjang gue keluarkan uang sangu yang tersisa di dompet untuk membeli ini.

lorong pinggir Rumah H.O.S Cokroaminoto



Biar kalian ngga sekadar baca blog ini liat-liat scroll up-and-down unfaedah doang, gw mau sharing sedikit tentang sejarahnya. wkwk SEPERTINYA SIH ini ceritanya ngga sedikit, tapi sedikit rada panjang wkw tapi tenang kok, ntar di sela-sela tulisan ini gue bakal banyakin post foto gue yang manis :D semua cerita di bawah ini bersumber dari buku Cindy Adams.

Jadi, dulunya nama Bapak Proklamator kita itu awalnya bukan Sukarno, tetapi diberi nama Kusno. Tetapi Kusno kecil sangat sering sakit-sakitan sehingga oleh ayahnya si pengagum Mahabrata (cerita klasik Hindu zaman dahulu) itu diganti dengan nama Karna (Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam Mahabrata). Karena dalam bahasa Jawa “A” itu dibaca “O”, maka Karna sama saja dengan Karno, dan tambahan awalan ‘Su’ berarti yang paling baik. Tentunya, harapan ayahnya Bung Karno adalah kelak sang anak menjadi seorang patriot dan pahlawan besar bagi rakyatnya atau menjadi Karna yang Kedua. Untuk versi nama Soekarno, kata ‘Su’ diganti jadi ‘Soe’ semata-mata untuk mengikuti tata penulisan Bahasa Belanda kala itu.
Awalnya Bung Karno bersekolah dasar di sekolah pribumi (Inlandsche School), dimana mereka semua sama. dan Ayah beliau sebagai Mantri Guru yang berarti kepala sekolah, namun orang pribumi dilarang memakai pangkat kepala sekolah. Jadi ayah beliau ini mempunyai cita-cita anaknya bersekolah tinggi Belanda. Namun, untuk mencapai cita-cita tersebut tentu tidak cukup hanya bersekolah pribumi saja, karena sekolah pribumi hanya sampai kelas lima. Tanpa lulus dari sekolah rendah Belanda, seorang pribumi tidak akan bisa masuk sekolah menengah Belanda, dan tanpa ijazah tersebut orang tidak bisa masuk sekolah tinggi Belanda.
Oleh karena itu, setelah menempuh kelas lima di sekolah pribumi, Bung Karno yang saat itu berusia 14 tahun diantar Ayahnya mengikuti tes ujian masuk sekolah kelas enam sekolah rendah Belanda, Europeesche Lagere School, dan hasilnya dikatakan oleh Kepala Sekolah ELS bahwa Bung Karno sangat pintar, namun bahasa Belandanya belum cukup baik, sehingga Bung Karno ditempatkan satu kelas lebih rendah. Karena usia yang sudah cukup tua untuk kelas lima, agar tidak membuat malu dikira tidak naik kelas karena bodoh, maka Ayah beliau memutuskan untuk memalsukan usia Bung Karno menjadi 13 tahun wkwkw.
 Lanjut cerita, ada sedikit cerita lucu sihh, nah, Bung Karno ini pertama kali berpacaran saat usia 14 tahun dengan seorang gadis Belanda bernama Rika Meelhuysen. Suatu hari, beliau sedang bergoncengan sepeda berdua, dan ketika berbelok ke ujung jalan tiba-tiba mereka menubruk Ayah Bung Karno. wkwkw tidak terlihat marah, namun tetap tenang Ayahnya beliau ini. ketika sudah di rumah, beliau malah berkata, “Tidak usah takut mengenai perasaanku mengenai teman perempuanmu itu. Itu sangat baik sekali. Bagaimana pun, hanya dengan cara itu kau dapat memperbaiki bahasa Belandamu!” wwkwk Ntaps..
Pada tahun 1916, akhirnya lulus juga Bung Karno dari Europeesche Lagere School, dan langsung dimasukkan Ayah beliau ke Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. dan Ayah Bung Karno ini kenal dengan Pak Cokro sebagai kawannya di Surabaya sejak sebelum Bung Karno lahir. Alasan ayah beliau meng-indekos kan ke Pak Cokro adalah karena sekalipun Bung Karno mendapat pendidikan Belanda, beliau tidak ingin Bung Karno tumbuh dalam bumi barat. Karena itu beliau kirimkan ke Pak Cokro (yang dijuluki oleh orang Belanda sebagai “Raja Jawa yang Tidak Bermahkota”) agar Bung Karno tidak melupakan tugasnya menjadi Karna Kedua.

        Pembentukan organisasi nasional pertama di Indonesia oleh sejumlah pemimpin di Jawa dengan nama “Budi Utomo” pada tanggal 20 Mei 1908. Pada tahun 1912 muncul “Sarekat Islam” yang anggotanya pernah mencapai 2,5 juta orang di bawah pimpinan Pak Cokro, oleh karena mampu “menyirep” ribuan orang dengan pidato tanpa pengeras suara, pemerintah kolonial menjulukinya sebagai “Raja tanpa Mahkota”.


berbagai informasi mengenai H.O.S Cokroaminoto
Sebagai seorang tokoh yang memiliki daya cipta dan cita-cita tinggi, seorang pejuang yang mencintai tanah tumpah darahnya, Pak Cokro adalah idola Bung Karno. Secara sadar atau tidak, beliau menggembleng Bung Karno. Diserahkannya buku-buku beliau kepada Bung Karno. Dunia yang dianggap gelap oleh Bung Karno remaja, membuat ia memutuskan untuk masuk ke dalam apa yang dinamakan orang Inggris “Dunia Pemikiran”. Buku-buku menjadi sahabatnya. Seluruh waktu Bung Karno dihabiskan untuk membaca, sementara yang lain bermain-main, beliau belajar.
Setiap hari para pemimpin dari partai lain atau pemimpin cabang Sarekat Islam datang bertamu dan setiap kali mereka tinggal selama beberapa hari. Sementara anak-anak kos yang lain keluar menyaksikan pertandingan bola, Bung Karno duduk di dekat kaki orang-orang ini dan mendengarkannya. Kadang-kadang beliau juga berbagi tempat tidur dengan salah seorang pemimpin itu dan berbicara dengan mereka hingga waktu fajar.
Rumah ini terbagi menjadi sepuluh kamar-kamar kecil, termasuk yang di loteng. Keluarga Pak Cokro tinggal di depan, sedangkan anak-anak kos di belakang.
Sekalipun semua kamar sama buruknya, namun anak-anak yang datang lebih dulu memperoleh kamar yang lebih baik. Kamar Bung Karno tidak pakai jendela sama sekali dan tidak berpintu. Sangat gelap. sehingga beliau terpaksa menyalakan lampu terus-menerus, bahkan juga siang hari. Hanya terdapat meja reyot tempat menyimpan buku, kursi kayu, sangkutan baju, dan sehelai tikar pandan, tidak ada kasur dan bantal.
 Surabaya di waktu itu sudah mengenal gemerlapnya lampu listrik. Setiap kamar mempunyai stop kontak dan setiap anak kos membayar ekstra untuk memakainya. Hanya kamar Bung Karno yang tanpa penerangan listrik. Beliau waktu itu tidak sanggup membeli bohlam, sehingga penerangan yang dipakai hanyalah memakai pelita. 

Tangga menuju kamar loteng, Lupa nanya ini tangga nya asli dari zaman dulu
atau baru, tapi kayaknya baru deh buat memudahkan pengunjung naik tangga
maaf yah wkwkw gue pose dulu xD Thengkyu a lot for
Photografer kitaa wkwk Beb Donnaa
replika lampu pelita/lampu duduk untuk menerangi kamar kos
pintu masuk kamar loteng ini (inframe: Beb Donna ) xD :P


tidak ada jendela dan pintu, kamar-kamar kos hanya dipisahkan oleh sekat-sekat,
tiang putih di atas tersebut sebagai penanda sekat.


Dulu, hanya Bung Karno yang  menempati kamar di atas loteng ini
kira-kira tinggi sekatnya hampir sama tinggi badanku


loteng


tidak ada kasur, tidak ada bantal, Bung Karno menempati Kos ini sekitar tahun 1916-1921,
hampir 101 tahun sudah bangunan ini kokoh berdiri


Tak bisa membayangkan bagaimana masa muda mereka para tokoh penting Indonesia
jika dibandingkan dengan kondisi anak-anak muda masa kini yang kebanyakan
terpaku pada layar ponsel yang katanya pintar.

Bung Karno remaja tidak memiliki banyak kegembiraan pada masa itu kecuali nonton film dan sirkus tersebut, karena beliau terlalu serius. 
Pernah suatu hari sirkus datang ke Kota Surabaya. Dalam pertunjukan itu mereka melepaskan lima ekor merpati dan bila salah satunya hinggap di bahu seseorang, penonton itu akan mendapat hadiah. Bung Karno dan teman-teman baru mengetahui, ketika burung itu hinggap pada teman kos mereka dan hadiahnya seekor kuda tua yang sudah letih. Suarli, pemenang yang beruntung itu dan setengah lusin anak muda yang lain bingung akan diapakan kuda itu. Yang jelas, mereka harus membawa hewan itu pulang dari sana, dan kemudian mereka memutuskan membawanya pulang. 

Di bagian belakang rumah Pak Cokro ada pekarangan, tetapi tidak ada jalan masuk ke sana selain melalui tengah rumah. Dengan tenang mereka membuka pintu depan rumah Pemimpin Besar Rakyat Jawa dan menggiring kuda itu melalui kamar duduk menuju ke halaman belakang, di mana ia ditambatkan ke pohon sawo. Tapi karena tidak ada di antara mereka yang punya cukup uang untuk memberi makan mulut lain, sekalipun mulut seekor kuda, dua hari kemudian Suarli menjual kuda. 


lorong tengah yang menghubungkan ke halaman belakang, namun sekarang
halaman belakang sudah beralihfungsi menjadi sekolahan

Info grafis denah rumah Peneleh Gang VII No.29-31
kamar H.O.S Cokroaminoto


Donna sedang serius membaca informasi yang ada


wefie dulu yaa
          Karena sudah sore, sekitar pukul 16.00 WIB, kami pun berpamitan pada petugas yang menjaga rumah ini. Beliau mengantarkan kami sampai ke halaman rumah dan  kamipun ditawarkan bantuan untuk difotokan wkwkw 
Kameranya lupa disetting, jadinya keterangan banget wkwk ngga apa lah ya 


wkwkw unyu bet deeh foto berdua ama bebeb Donna uncchh xD 


terdapat peta untuk menelusuri Gang Peneleh ini

Karena masih pengen jalan-jalan, aku memutuskan untuk sholat ashar terlebih dahulu. Dengan melihat peta Surabaya Heritage Walk seperti gambar di atas, kami mencari mesjid terdekat terlebih dahulu. Ternyata ada di gang sebelah. daaan gue cukup terpukau dengan mesjid yang berada di dalam gang sempit ini, sepertinya ini sudah ada ratusan tahun juga. Dapat dilihat dari gaya bangunannya yang menurutku gaya-gaya klasik Belanda. Subhanallah keren.

Sekali lagi, mesjid ini berada di dalam Gang Peneleh ya Sob! Mesjid Jami' Peneleh
Tidak hanya itu, bangunan luar mesjid ini pun bisa dijadikan tempat foto yang menarik. Tentunya tak akan dilewatkan sesi foto-fotonya wkwkw. Bener-bener nilai plus banget nih wisata sejarah trus dapat bonus foto dengan spot menarik hehehe.. hayoo pada mau kesini yaa abis ini? wkwkwk jangan cuman foto-foto doang tapi! Makasih banyak banget buat Donna yang udah memotokan dengan apik ciamik dan tak lupa kuucapkan makasih banyak banget juga buat Ikma yang sudah meminjamkan kamera :"D 

























oiya lupa nih, mau spam foto-foto di Gang Peneleh VII lagi nih,, ada Toko Buku Peneleh, tapi pas kami berkunjung sedang tutup, apa daya cuman foto-foto doang.




memang ngenes saya, tiang lampu aja yang dipeluk deh wkwk
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya!"-Ir. Soekarno


gimana.. keren-keren kan?? hayoo Explore Surabaya..! Liburan jangan kabur ke Malang ae rek.. yang katanya bosan sama Surabaya cuman mall-mall tok, ini nih buktinya. Gratis lagi, cuman modal bensin doang sama niat ngeksplor juga tentunya. Apalagi zaman canggih seperti sekarang, gue yang notabene anak pulau seberang aja (Pulau Kalimantan maksudnya wkw) bisa nyasar kesini dengan selamat, apalagi kalian, pasti bisa juga dong ya.


 Salut banget sama Pemerintahan Kota Surabaya yang dipimpin oleh Ibu Risma ini, terlebih bagian pariwisatanya, dan semua pihak yang terlibat dalam kesuksesan wisata sejarah di Kota Pahlawan ini, sangat dijaga dan diperhatikan. Sekali lagi, saya sangat Salut dan Bangga! :'D


Yaaaap,, tidak terasa sudah di akhir cerita aja ya gengs.. Terima kasih udah baca ampe bawah.. Semoga bisa jadi rujukan destinasi liburan kalian di Surabaya. Stay tune yo di edisi "Explore Surabaya" part berikutnyaa... :D


4 komentar:

  1. "Tak bisa membayangkan bagaimana masa muda mereka para tokoh penting Indonesia
    jika dibandingkan dengan kondisi anak-anak muda masa kini yang kebanyakan
    terpaku pada layar ponsel yang katanya pintar"

    Tokoh-tokoh zaman dulu terkenal sebagai para pemikir dan eksekutor. Soekarno misalnya, memiliki banyak karya tulis yang terkenal pada masanya.
    Kalau dibandingkan dengan anak zaman sekarang, sangat jauh berbeda. Memang, masih ada anak-anak muda yang berkarya, mencurahkan kemampuannya baik dalam aspek berpikir, menulis maupun mengeksekusi/menghasilkan karya, tapi dengan rasio yang tidak seberapa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih banyak sudah mengunjungi blog kakaa daf ^-^

      kuakui aku juga masuk golongan muda-mudi yang kadang terlena dengan gadget. Mungkin karena perbedaan zaman dan lingkungan juga, di zaman yg menuntut serba instan ini, ditambah lagi dgn kurang dipupukkannya rasa cinta buku dari kecil, sehingga tambah malas buat mengalihkan kegiatan waktu luang untuk baca buku ataupun menulis dan lain sbagainya, melainkan malah main gadget xDhaha.
      Balik lagi sih ke pengaruh lingkungan yg menurutku berpengaruh bnget,tinggal pintar2 kita nya aja lg sekarang buat nyari temen yang bisa nambah diri kita makin baik lg kedepannya. ^-^b

      Hapus
    2. Jangan panggil kakak lah.

      Memang faktor lingkungan sangat tinggi. Karena itu belakangan gerakan membaca mulai digalakkan kembali untuk mengembalikan minat baca kepada generasi muda. Di kampus anda sendiri ada beberapa UKM yang bergerak di ranah membaca dan menulis. Selain itu, menulis ilmiah seperti KTI dan juga kegiatan PIMNAS yang saat ini cukup digemari sebagian kalangan mahasiswa masih termasuk dalam berkarya dan hal ini sepengetahuan saya mendapat dukungan aktif dari himpunan-himpunan di kampus anda.

      Hapus
    3. Wkkwkwk maksudku blog ampun ku (blog kaka) 😂 napa jeerr tee wkkwkwkw ngakkkak misscom 😂😂

      Hapus